Selasa, 06 September 2011

gede_danu_setiawan-09@yahoo.com

Disentisisasi Sistematik


Disentisisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Disentisisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berawalan dengan tingkah lakuyang hendak dihapuskan itu. Disentisisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
            Disensitisasi juga melibatkan teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan. Situasi-situasi dihadirkan dalam suaturangkaian dari yang sangat tidak mengecam kepada yang sangat mengecam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipendang secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai seperti kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan penghasil kecemasan dan respon kecemasan itu terhapus. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Prosedur model pengondisian balik ini adalah sebagai berikut:
1.      Disentisisasi sistematik dimulai dengan suatu anallisis tingkah laku atas stimulus-stimulusyang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu willayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidak setujuan, atau suatu fobia. Disediakan waktu untuk menyususn suatutingkatan kecemasan-kecemasan klien dalam wilayah tertentu. Terapis menyusun sustu daftar yang bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan tarafkecemasan dan penghhindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang paling buruk yang bisa dibayangkan oleh klien kepada situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. Misalnya, jika telah ditentukan bahwa klien memiliki kecemasan yang berkaitan dengan ketakutan terhadap penolakan, maka menjadi mungkin untuk merancang situasi-situasi penolakan dari yang paling menggelisahkan sampai yang paling kurang menggellisahkan. Situasi penolakan yang paling menggelisahkan atau yang membangkitkan kecemasan yang terafnya paling tinggi boleh jadi adalah penolakan oleh pasangan (suami/istri, kekasih), disusul oleh penolakan oleh sahabat dekat dan kemudian oleh teman kerja. Situasi yang paling menggelisahkan mungkin penolakan oleh orang yang tak dikenaldalam suatu pesta.
2.      Selama pertemuan-pertemuan terapiotik pertama klien diberi letihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelumg latihan relaksasi dimulai, klien diberi tahu tentang cara relaksasi digunakan dalam desensitisasi, cara menggunakan menggunakan menggunakan bagian-bagian tubuh tertentu. Latian relaksasi berdasarkan teknik yang digariskan oleh Jacobsen (1938) dan diuraikan secara rinci oleh Wolpe (1969). Pemikiran dan pembayangan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di penggir danau atau berjalan-jalan di taman yang indah, sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa klien mencapai keadaan tenang dan damai. Klien diajari bagaimana mengendurkan segenap otot dan bagian tubuh, dengan titik berat pada otot-otot wajah. Otot-otot tangan dikendurkan terlebih dahulu, diikuti oleh kepala, kemudian leher dan pundak, punggung, perut dan dada, dan kemudian anggota-anggota badan bagian bawah. Klien diminta untuk mempraktekkan relaksasi diluar pertemuan terapiutik, sekitar 30 menit lamanya setiap hari. Apabila klien telah bisa belajar untu santai dengan cepat, maka prosedur disensitisasi besa dimulai.

Sabtu, 03 September 2011

VERBATIM KONSELING (ASOSIASI BEBAS )


TEKNIK ASOSIASI BEBAS


I.                   IDENTITAS CALON KONSELOR
Nama Calon Konselor             : Gede Danu Setiawan
Lembaga                                 : Undiksha
Tempat, Tanggal Lahir            :Singaraja, 1 Sepetember 1991
Semester/ Tahun                      :   4 / 2009 
Bidang                                                : Pribadi
Topik  Layanan                       : Traumatik

II.                IDENTITAS KONSELI
Nama Konseli                         : XX
Nama Sekolah                         : SMA N 4 Singaraja
Kelas                                       : X
Alamat                                    : Gg. Pulau Dewata III, Pemaron


v  NARASI TENTANG KONSELI
XX, atau sering di panggil Xoleh teman – temannya, merupakan pemuda yang berasal dari Pemaron, ia bersekolah di SMA N 4 Singaraja kelas X. Xmempunyai sifat baik hati, rama dan pandai bergaul dengan teman – teman yang baru ia kenal, ia pun dikenal anak yang rajin dalam keluarganya. Siapa yang sangka dibalik sifatnya yang seperti itu, dia ternyata mengalami Trauma yang cukup menjadi beban dalam kehidupan sehari – harinya.
Xmemiliki trauma dalam mengendarai sepeda motor. Traumanya ini disebabkan oleh pengalamnya masa lalu. Dulu saat ia berada dibangku SMP kelas VII, ayahnya mengajari mengendarai sepeda motor, pikir ayahnya agar saat sudah di bangku SMA Xsudah dapat mahir mengendarai sepeda motor. Xbelajar mengendarai sepeda motor tidak terlalu lama, sekitar 2 mingguan. Betapa bangganya ayahnya setelah melihat anaknya sudah lihai mengendarai sepeda motor, sampai – sampai setiap mau membeli sesuatu ayahnya selalu menyuruh Xuntuk membelinya.
Suatu saat, ayah Xmenugaskannya untuk membeli makanan burung dipasar Banyuasri Singaraja, karena sudah merasa lihai Xtidak pikir panjang lagi mendengar tugas yang diperintahkan oleh ayahnya tersebut, ia langsung pergi dengan motor yang biasanya ia pakai sehari – hari berkeliling di gang. Saat di jalan Xmerasa sangat percaya diri mengendarai sepeda motor, sampai – sampai pandangan  matanya tidak menoleh kiri dan kanan. Sampai di lampu merah Desa Panji Xmelihat Polisi Lalu Lintas yang sedang menjaga ketertiban lalu lintas di jalan tersebut. Karena merasa belum memunyai SIM (Surat Ijin Mengemudi) Xmulai merasa cemas akan keselamatan dirinya. Setelah lampu mulai berganti hijau Xlangsung menancap gas dengan kecepatan penuh, agar polisi tidak curiga dengannya. Kecepatan motor pun tidak dapat terkendali sampai di Jalan Lingga, Xbelok kearah kiri tanpa memasang Rating karena perasaan cemasnya, sehingga mobil yang ada dibelakangnya menabraknya dari belakang, hingga akhirnya Xjatuh terpental dari motor sambil berguling – guling di atas aspal. Banyak para dagang dipasar dengan cepat memberikannya pertolongan, untungnya luka yang diderita Xtidak terlalu parah. Setelah hal tersebut ia merasakan cemas yang berlebihan saat ingin lagi mengendarai sepeda motor .
Kecelakaan tersebut bukan merupakan latar belakang Xmengalami trauma, tapi suatu pagi tidak lama setelah kecelakaan yang menimpa dirinya, pada saat itu Xmendapatkan pelajaran Olah Raga disekolahnya sehingga dia harus jaln dari rumah jam 05.30 pagi, pada saat itu dia diantar Oleh kakak perempuannya. Pada saat pagi itu mungkin juga merupakan hari yang kurang baik bagi Dewa, pada saat Xsudah dekat dari sekolahnya, tiba – tiba tanpa disadari terdapat oli di jalan sehingga membuat ban motor licin dan akhirnya Xdan kakaknya terjatuh dari motor. Dari sanalah akhirnya XTrauma mengendarai sepeda motor sampai sekarang.

HASIL WAWANCARA

Konseli                        : “ selamat Pagi pak,,, maaf menggangu….”
Konselor                      : “ Selamat pagi, silahkan masuk..”
Konseli                        : “ Terima kasih pak,,,”
Konselor                      : “ Silahkan duduk dik,,, “
Konseli                        : “ baik pak, terima kasih.”
Konselor                      : “ Bagaimana keadaanmu pagi ini??”
Konseli                        : “ Baik pak,,”
Konselor                      : “ Baguslah kalau begitu,,, kalu boleh tau siapa namamu dik??
Konseli                        : “ XCahyana Pak, panggil Xsaja boleh pak…”
Konselor                      : “ Jadi,,, nama kamu dewa,,, dimana alamat rumahmu??”
Konseli                        : “ Di Pemaron pak,,, “
Konselor                      : “ Ow,, pemaron,, ya,, ya,, bapak tau itu,, “
Konseli                        : “Oya pak???”
Konselor                     ; “ Ya,, bapak tau,, Dewa, …. Baiklah dewa,,, kedatangan Xkesini tentu ada tujuan yang penting untuk Xbicarakan kepada bapak, bisakan Xmenceritakan tujuan Xtersebut kepada bapak ???”
Konseli                       : “eh,,,,, ya pak tentu saja, saya datang kemari ingin meminta alternative pemecahan masalah yang sedang saya alami pak…”
Konselor                     : “ Oya.. dengan senang hati Bapak akan membantumu,, kalau boleh tau masalah apa yang Xalami saat ini??”
Konseli                       : “ saya mengalami Trauma pak….. “
Konselor                     : “ow,,,, Jadi Xmengalami trauma,, Trauma dengan apa yang Xrasakan pada saat ini yang mungkin dapat mengganggu kehidupan Xsaat ini ???”
Konseli                       : “ saya Trauma mengendarai sepeda motor pak,,,,, “
Konselor                     : “ Jadi XTrauma mengendarai sepeda motor,,,, mungkinkah Xmemiliki pengalaman masa lalu yang menyebabkan Xmengalami Trauma saat ini ??’
Konseli                       : “ Ia pak….”
Konselor                     : “ Coba Uraiakan pengalaman masa lalumu sehingg dapat menyebabkan Xmengalami Trauma hingga say ini? “
Konseli                       : “ begini pak,,,,Dulu waktu saya kelas VII saya diajarkan mengendarai sepeda motor oleh ayah saya pak, karena ayah saya ingin saat saya SMA sudah lihai dalam mengendarai sepeda motor. Disaat itu saya keseringan menggunakan sepeda motor di dalam gang saya pak,,, sedikit – sedikit bawa motor,,, sedikit – sedikit bawa motor, itu karena keenakan rasanya pak.. Suatu saat ayah saya menugaskan saya untuk membeli makanan burung di Pasar Banyuasri, dengan semangat saya mengendarai sepeda motor karena ini pengalaman pertama saya mengendarai sepeda motor di jalan raya….Saat dijalan saya mengendarai sepeda motor dengan santai, hingga sampai di Travic Laigth di Panji saya melihat polisi lalu lintas sedang berjaga saya merasa takut, karena saya belum mempunyai SIM Pak, setelah itu saya melaju dengan kecepatan tinggi pak,,, sampai saya kehilangan kendali,,,,”
Konselor                      : “ hhhmmm,,lalu??”
Konseli                        : “ saya belok haluan, tapi saya tidak memasang Rating terlebih dahulu sehingga saya ditabrak oleh mobil yang ada di belaknag saya, dan saya jatuh terpental dari motor dan berguling – guling di motor,,, setelah itu saya merasakan takut dan merasa cemas untuk naik sepeda motor lagi..”
Konselor                      : “ Jadi,, apakah gara – gara kamu mengalami kejadian seperti itu kamu sudah mengalami trauma sampai hari ini??”
Konseli                        : ‘” Tidak pak,, masih ada satu kejadian lagi yang membuat saya mengalami trauma sampai hari ini…”
Konselor                      : “ baik,, coba kamu ceritakan pengalaman apa lagi yang kmau rasakan??”
Konseli                        : ‘ setelah saya mengalami kecelakaan itu,, saya merasa takut untuk mengendarai sepeda motor lagi,, sehingga suatu saat saya ada pelajaran olah raga disekolah, pada jam 05.30, pada saat itu saya diantar oleh Kakak Perempuan saya. Dijalan saya masih teringat – ingat tentang kejadian yang saya alami saat itu. Saat mau dekat dari sekolah saya kakak saya tidak melihat jalan di aspal penuh dengan oli yang menyebabkan motor yang kami kendarai oleng dan tidak terkendali lagi, sehingga saya dan kakak saya langsung jatuh dari sepeda motor. Disana saya merasa takut sekali untuk mengendarai sepeda motor lagi,,, sampai – sampai saya melihat teman – teman saya mengendarai sepeda motor saya merasa takut sekalai. Pengalaman inilah yang membuat saya mengalami kecemasan hingga mengalami Trauma yang sampai saat ini masih saya rasakan….”
Konselor                      : “ baik,, jadi kamu mengalami Trauma gara – gara pernah jatuh membawa sepia motor sendiri, dan juga pernah jatuh bersama kakakmu…”
Konseli                        : “ Iya – iya pak….”
Konselor                      : “ Setelah kamu trauma yang kamu alami akibat pengalaman masa lalumu,,, apa dampak negative yang kamu rasakan saat ini, coba ceritakan??”
Konseli                        : “ sangat banyak dampak negative pak,, saya membebani kakak saya saat saya ingi pergi keluar rumah, kususnya saat bersekolah, dan saat les – les sore… pak..”
Konselor                      : “ kamu tau banyak damapak negative yang terjadi setelah kamu merasakan trauma ini,, apakah kamu tidak ada keinginan untuk dapat belajar lagi mengendarai sepeda motor?”
Konseli                        : “ tidak pak saya takut…”
Konselor                      : “ jika kamu terus takut, ,, bagaimana cara kamu untuk menggulangi dampak negative dari Trauma yang kamu almai??
Konseli                        : “ maaf pak,,, saya tidak tau..”
Konselor                      : “ apakah kamu mau merasa mandiri dan tidak tergantung dengan kakak kamu setiap hari ??’
Konselor                      : “ Ya mau sekali pak…..”
Konselor                      : “ JIka kamu mau, bapak akan memberikan alternative yang jika ini menurut kamu baik , jika kamu mau belajar lagi, kamu akan mandiri dan tidak tergantung lagi oleh kakakmu disaat – saat kamu ingin pergi dari rumah,,mungkin bisa dengan cara seperti kamu hendaknya harus mempunyai SIM terlebih dahulu, dan kamu harus mengetahui dulu rambu – rambu dan peraturan – peraturan lalu lintas ada,. Dan juga saat kamu saat kamu mengendarai sepeda motor kondisi badanmu harus benar – benar vit.”
Konseli                        :, “………………”
Konselor                      : “ jika kamu tidak ada usaha untuk belajar dan bangkit lagi dari taumamu,, maka kamu akan menjadi kurang mandiri dan lebih bergantung oleh kakakmu disaat kamu ingin berpergian kemanapun yang kamu inginkan..”
Konseli                        :” Baik pak,,, saya ingin menjadi mandiri dan bangkit lagi,, saya akan mencoba yang telah bapak sampaikn tadi pak,,,”
Konselor                      : “ Baik Dewa,, saya suka semangatmu..”
Konseli                        : “ hehehe… trimakasih pak ats pujiannya..”
Konselor                      : “ baiklah Xmungkin apakah ada hal lain lagi yang perlu kamu sampaikan kepada bapak??”
Konseli                        : “ Tidak pak,,, mungkin cukup itu saja dlu sya sudah merasa cukup tenang pak,, saya permisi dlu pak,, saya ucpkann terimakasih banyak pak,,,,”
Konselor                      : “ Baik lah Dewa,,, sama – sama…”

Minggu, 21 Agustus 2011

Teori Konseling Client - Centered


Konsep Dasar Tentang Manusia Menurut Teori Client – Centerd
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception). Yang mana Rogerian tidak hanya berisi pertanyaan-pertanyaan teori tentang kepribadian dan psikoterapi, tetapi juga suatu pendekatan, suatu orientasi atau pandangan tentang kehidupan.
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik.
Beberapa konsepsi Rogers tentang hakekat manusia (human being) adalah sebagai berikut:
a. Manusia tumbuh melalui pengalamannya, baik melalui perasaan, berfikir, kesadaran ataupun penemuan.
b. Hidup adalah kehidupan saat ini dan lebih dari pada perilaku-perilaku otornatik yang ditentukan oleh kejadian-kejadian masa lalu, nilai-nilai kehidupan adalah saat ini dari pada masa lalu, atau yang akan datang.
c. Manusia adalah makhluk subyektif, secara, esensial manusia hidup dalam pribadinya sendiri dalam dunia subjektif
d. Keakraban hubungan manusia merupakan salah satu cara seseorang paling banyak memenuhi kebutuhannya.
e. Pada umumnya. setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk bebas, spontan, bersama-sama dan saling berkomunikasi.
f. Manusia memiliki kecenderungan ke arah aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk mengembangkan keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi pemeliharaan dan mempertinggi aktualisasi diri. Dimana, Rogers mengemukakan beberapa pendapatnya sebagai berikut:
- Kecenderungan aktualisasi diri merupakan motivasi pertahanan utama dari organisme manusia.
- Merupakan fungsi dari keseluruhan organisme.
- Merupakan konsepsi luas dari motivasi, termasuk pernenuhan kebutuhan dan motif-motifnya.
- Kehidupan adalah suatu proses aktif dan memiliki kapasitas untuk aktualisasi diri mereka sendiri.
- Manusia adalah makhluk yang baik, konstruktif atau reliable, dan menjadi bijaksana karena kemampuan intelektualnya.
Dalam teori kepribadian, Rogers memandang bahwa:
a. Setiap manusia berada dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah dengan sendiri sebagai pusatnya.
b. Reaksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya sebagai hal yang dialami dan diterima. Lapangan yang dipersepsi ini bagi individu adalah suatu realitas.
c. Perilaku organisme pada dasamya diarahkan oleh usaha-usaha organisme untuk memperoleh kepuasan terdapat kebutuhannya.
d. Pemahaman perilaku terbaik hanya akan diperoleh melalui atau berdasarkan Frame Of Reference individu itu sendiri.
e. Cara terbaik dalam mengadopsi perilaku adalah berdasarkan pada konsistensi terhadap self concept-nya.
f. Perilaku pertahanan (diri) menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara organisme dengan self consep.
g. Penyesuaian yang optimal atau pribadi yang berfungsi sepenuhnya hanya akan terjadi bila self concept adalah kongruen dengan pengalamannya, dan tindakannya
merupakan tendensi aktualisasi diri yang juga merupakan aktualisasi diri yang juga merupakan aktualisasi dari self 

Ciri-Ciri Teori Client – Centered
Rogers tidak mengemukakan teori client-centered sebagai suau pendekatan terapi dan tuntas. la mengharapkan orang lain akan memandang teorinya sebagai sekumpulan prinsip percobaan yang berkaitan dengan perkembangan proses terapi dan bukan sebagai dogma. Rogers (1974, h. 213-214) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan client-centered dari pendekatan-pendekatan lain. Berikut ini adaptasi dari uraian Rogers.
Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih panas bagi dirinya.
Pendekatan client centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan simpati yang cermat dan dengan usaba untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
Prinsip-prinsip psikoterapi yang sama diterapkan pada semua orang yang 99 normal" yang "neurotik" dan yang "psikotik". Berdasarkan konsep bahwa hasrat untuk bergerak menuju kematangan psikologis berakar dalam pada manusia, prinsip-prinsip terapi cliet centered diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif normal maupun individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar.
Menurut pendekatan client centered, psikoterapi hanyalah salah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif. Klien mengalami pertumbuhan psikoterapeutik di dalam dan melalui hubungan dengan seseorang yang membantunya melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya sendirian. Itu adalah hubungan dengan konselor yang selaras (menyeimbangkan tingkah laku dan ekspresi eksternal dengan perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran internal), bersikap menerima dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik pada klien.
Rogers mengajukan hipotesis bahwa ada sikap-sikap tertentu pada pihak terapis (ketulusan, kehangatan, dan penerimaan yang nonposesif, dan empati yang akurat) yang
membentuk kondisi-kondisi yang diperlukan dan memadai bagi keefektifan terapeutik pada klien. terapi client centerd memasukan konsep bahwa fungsi terapis adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman disini dan sekarang yang tercipa melalui hubungan antar klien.
Barangkali lebih daripada pendekatan psikoterapi tunggal yang lainnya, teori client centered dikembangkan melalui penelitian tentang tentang proses dan hasil terapi. Teori client centered bukanlah suatu teori yang tertutup, melainkan suatu teori yang tumbuh melalui observasi-observasi konseling bertahun-tahun dan yang secara sinambung berubah sejalan dengan peningkatan pemahaman terhadap manusia dan terhadap proses terapeutik yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian baru.
Jadi, terapi client centered bukanlah, sekumpulan teknik, juga bukan satu dogma. Pendekatan client centered, yang berakar pada sekumpulan sikap dan kepercayaan yang ditunjukan oleh terapis, barangkali paling tepat dicirikan sebagai suatu cara, ada dan sebagai perjalanan bersama di mana baik terapis maupun klien memperlihatkan kemanusiaannya dan berpartisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.

 
Tujuan Teori Client – Center

Secara umum tujuan konseling dapat dikelompokkan menjadi dua, ialah
- Tujuan-tujuan personality grow type

Termasuk dalam hal ini misalnya pertumbuhan gaya hidup secara positif pengintegrasian kepribadian, atau pengurangan konflik-konflik intrapsikis.
- Cure type atau tujuan-tujuan yang lebih spesifik, misalnya reduksi simptom-simpton rasa sakit, menjadi lebih tegas membuat keputusan vokasional yang efektif

Client Centered Therapy pada dasarnya memiliki tujuan konseling yang termasuk personality growth type karena tujuan utamanya adalah reorganisasi self, sedangkan pada tujuan-tujuan tipe problem solving tidak mengandung unsur reorganisasi self, Dinyatakan pula bahwa tujuan konseling pendekatan ini adalah meningkatkan keterbukaan pengalaman sehingga akan meningkatkan self konsep dengan pengalaman-pengalamannya, sehingga akan tumbuh menjadi Morefullyfunction person. Tujuan dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengembangkan agar klien bisa memahami hal-hal yang berada di balik topeng yang dikenakannya. Klien mengembangkan kepura-puraan. dan bertopeng sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh di hadapan orang lain dan dalam usahanya untuk menipu orang lain, ia menjadi asing terhadap dirinya sendiri.
Apabila dinding itu runtuh selama proses terapeutik, orang macam apa yang muncul di balik kepura-puraan itu? Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:
1. Keterbukaan terhadap pengalaman
2. Kepercayaan terhadap organisme sendiri
3. Tempat evaluasi internal
4. Kesediaan untuk menjadi suatu proses

Tujuan-tujuan terapi yang telah diuraikan di atas adalah tujuan-tujuan yang luas, yang menyajikan suatu kerangka umum untuk memahami arah gerakan terapeutik. Terapis tidak memilih tujuan-tujuan yang khusus bagi klien, tonggak terapi client centered adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yang menunjang. Memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri. Bagaimanapun, banyak konselor yang mengalami kesulitan dalam memperbolehkan klien untuk menetapkan sendiri tujuan-tujuannya yang khusus dalam terapi. Meskipun mudah untuk berpura-pura terhadap konsep "klien menernukan jalan sendiri", ia menuntut terhadap respek terhadap klien dan keberanian pada terapis untuk mendorong klien agar bersedia mendengarkan dirinya sendiri dan mengikuti arah-arahnya sendiri terutama pada saat klien membuat pilihan-pilihan yang bukan merupakan pilihan-pilihan yang diharpkan oleh terapis. 

Fungsi Teori Client – Centered

Peran terapis client centered berakar pada cara-cara. keberadaannya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadi klien "berbuat sesuatu". Penelitian tentang terapi client centered tampaknya menunjukan. bahwa yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap-sikap terapis alih-alih pengetahuan, teori-teori atau teknik-teknik yang dipergunakannya. Pada dasarnya terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menghadapi klien pada araf pribadi ke pribadi, maka "peran" terapis adalah tanpa peran. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien.
Jadi, client centered membangun hubungan yang membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area kehidupannya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemingkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.
Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalarn hubungan dengan klien terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan. dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi pribadi yang jelas tinggi.


Proses dan Prosedur Konseling Menurut Teori Client – Centered

Pemahaman dari proses dan prosedur konseling ini dapat dilakukan melalui tiga hal, yaitu:
a. Kondisi-kondisi konseling

Rogers percaya bahwa keterampilan-keterampilan teknis dan latihan-latihan khusus tidak menjamin keberhasilan konseling atau therapy, tetapi sikap-sikap tertentu dari konselor merupakan elemen penting dalam perubahan klien. Sikap tertentu tersebut merupakan Condition Variable atau Facilitative Conditions, termasuk sebagai berikut:
- Dalam relationship, therapist hendaknya tampil secara. kongruen atau tampil apa adanya (asli).
- Penghargaan tanpa syarat terhadap pengalaman-pengalaman klien secara positif dan penerimaan secara hangat.

- Melakukan emphatik secara akurat.
Dengan kondisi tersebut memungkinkan klien mampu menerima konselor sepenuhnya, di samping terjadinya iklim Therapeutik. Clint Centered juga sering dideskripsikan sebagai konseling, konselor tampak passive, karena kerja konselor hanya mengulang apa yang diucapkan klien sebelumnya, bahkan sering dikatakan sebagai teknik wawancara khusus. Hal ini disebabkan karena mereka melihat permukaannya saja. Ketiga kondisi di atas, tidak terpisah satu dengan yang lain masing-masing saling bergantung dan berhubungan, di samping itu, terdapat beberapa konsidi yang memudahkan komunikasi, seperti sikap badan, ekspresi wajah, nada suara, komentar-komentar yang akurat.
Menurut pandangan pendekatan client centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasikan hubungan terapis klien. teknikteknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa digunakan secara sadar diri sebab,dengan demikian, terapis tidak akan menjadi sejati. Hart (1970) membagi perkembangan teori Rogers ke dalam tiga periode sebagai berikut:
Periode 1 (1940-1950: Psikoterapi nondirektif Pendekatan ini menekankan penciptaan iklim permisif dan noninterventif. Penerimaan dan klarifikasi menjadi teknik-teknik yang utama. Melalui terapi nondirektif, klien akan mencapai pernahaman atas dirinya sendiri dan atas situasi kehidupannya.
Periode 11 (1950-1957): Psikoterapi reflektif terapis terutama merefieksikan perasaan-perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubungannya dengan kliennya. Melalui terapi reflektif, klien marnpu mengembangkan keselarasan antara konsep diri dan konsep diri yang idealnya.
Periode 111 (1957-1970): Psikoterapi eksperiensial. Ingkah laku yang luas dari terapis yang mengungkapkan sikap-sikap dasarnya menandai pendekatan terapi eksperiensial ini. Terapi difokuskan pada. apa yang sedang dialami oleh klien dan pada pengungkapan apa. yang sedang dialami oleh terapis. Klien tumbuh pada suatu rangkaian keseluruhan. (Continuum) dengan belajar menggunakan apa yang sedang langsung dialami. b. Proses konseling
Pada dasamya teori ini tidak ada proses therapy yang khusus, namun beberapa hal berikut ini menunjukkan bagaimana proses konseling itu terjadi.
- Awal

Sernula dijelaskan proses konseling dan psikoterapi sebagai cara kerja melalui kemajuan yang bertahap, tetapi overlaving, Sp Der (1945), menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan emosi yang negatif kemudian diikuti dengan pertanyaanpernyataan emosi yang positif, dan keberhasilan konseling adalah dengan mengarahkan penyataan-penyataan tersebut kepada insight, diskusi perencanaan aktivitas.
- Perubahan. Self

Proses konseling berarti pula proses perubahan self konsep dan sikap-sikap kea rah self. Konseling yang berhasil berarti bergeraknya. perasaan-perasaan yang negatif ke arah yang positif.
- Teori Formal

Rogers juga mengemukakan teori formal tentang proses konseling (1953), yaitu:
a) Klien secara meningkat menjadi lebih bebas dalam menyatakan perasaan perasaannya.
b) Munculnya perbedaan objek dari ekspresi perasaan persepsinya.
c) Perasaan-perasaan yang diekspresikan secara. bertahap menampakkan adanya kecenderungan inkongruensi antara pengalaman tertentu dengan self konsepnya.
d) Self konsep secara meningkat menjadi terorganisir, termasuk pengalaman- pengalaman. yang sebelumnya ditolak dalam kesadarannya.
e) Klien secara meningkat merasakan adanya penghargaan diri secara. positif.

- Pengalaman-pengalaman Merasakan pengalaman-pengalaman tertentu dengan segera dalam konseling merupakan kondisi yang tepat dalam konseling. Selanjutnya, Rogers juga mengungkapkan adanya tujuan variable yang secara parallel lebih merupakan kesatuan proses, yaitu makna perasaan pribadi, pola pengalaman, tingkat ketidakkongruennya, komunikasi self, pola pengalaman yang dikonstruksi, hubungan dengan masalah-masalahnya, dan pola hubungan dengan yang lainnya.
c. Hasil konseling
Pada prinsipnya sulit untuk membedakan antara proses dengan hasil konseling. Ketika kita mempelajari hasil secara langsung, maka sebenarnya kita menguji perbedaan-perbedaan antara dua perangkat observasi yang dibuat pada awal dan akhir dari rangkaian wawancara. Walau demikian Rogers mengatakan hasil konseling ialah klien menjadi lebih kongruen, lebih terbuka terhadap masalah-masalahnya, kurang defensif, yang sernua ini nampak dalam. dimensi-dimensi pribadi dan perilaku.
Berdasarkan hasil riset, beberapa hasil konseling antara lain:
- Peningkatan dalarn penyesuaian psikologis.
- Kurangnya keteganggan pisik dan pemikiran kapasitas yang lebih besar untuk merespon rasa frustasi.
- Menurutnya sikap defensive.
- Tingkat hubungan yang lebih besar antara self picture dengan self ideal.
- Secara, emosional lebih matang.
- Peningkatan dalam keseluruhan penyesuaian dalam latihan-latihan vokasional.
- Lebih kreatif.

Dari uraian di atas, tampak bahwa teori ini kurang memperhatikan kondisi-kondisi sebelumnya dan pengaruhnya perilaku ekstemal. Sedikit menggunakan teori kognitif, teori belajar, maupun pengaruh-pengaruh hormonal dalam perilaku. Di samping itu juga tampak abstrak, global dan kurang mampu menampilkan kekhasan teori ini melalui teknik yang khas. Untuk penerapannya di sekolah, dengan mengacu pada filsafat yang melandasi teori client centered memiliki penerapan langsung pada proses belajar mengajar. Perhatian Rogers pada sifat proses belajar yang dilibatkan di dalam konseling juga telah beralih kepada perhatian terhadap apa yang terjadi dalam pendidikan. Dalam buku yang berjudu Freedom to Learn (1969), Rogers mengupas soal-soal yang mendasar bagi pendidikan humanistik dan mengajukan suatu filsafat bagi kegiatan belajar yang terpusat pada siswa. Pada dasamya, filsafat pendidikan yang diajukan oleh Rogers sama dengan pandangannya tentang konseling dan terapi, yakni ia yakin bahwa siswa bisa dipercaya untuk menemukan masalah-masalah yang penting, yang berkaitan dengan dirinya. Para siswa bisa menjadi terlibat dalam kegiaan belajar yang bermakna, yang bisa timbul dalam bentuknya yang terbaik. Jika guru menciptakan iklim kebebasan dan kepercayaan. Fungsi guru sama dengan fungsi terapis client centered. kesejatian, keterbukaan, ketulusan, penerimaan, pengertian, empati dan kesediaan untuk membiarkan para siswa mengeksplorasi material yang bermakna menciptakan atmosfer di mana kegiatan belajar yang signifikan bisa bejalan. Rogers menganjurkan pembaharuan pendidikan dan menyatakan bahwa jika ada satu saja di antara seratus orang guru mengajar di ruanganruangan kelas yang terpusat pada siswa di mana para siswa diizinkan untuk bebas menekuni persoalan-persoalan yang relevan maka pendidikan akan mengalami revolusi.
Konseling bisa diintegrasikan ke dalam kurikulum alih-alih dibuat terpisah dari kegiatan belajar mengajar bisa menempatkan siswa pada suatu tempat yang sentral alihalih menyingkirkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan diri serta nilai-nilai, pengalaman, perasaan-perasaan, perhatian dan minat para siswa yang sesungguhnya.