Selasa, 06 September 2011

Disentisisasi Sistematik


Disentisisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Disentisisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berawalan dengan tingkah lakuyang hendak dihapuskan itu. Disentisisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
            Disensitisasi juga melibatkan teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan. Situasi-situasi dihadirkan dalam suaturangkaian dari yang sangat tidak mengecam kepada yang sangat mengecam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipendang secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai seperti kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan penghasil kecemasan dan respon kecemasan itu terhapus. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respon yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam. Prosedur model pengondisian balik ini adalah sebagai berikut:
1.      Disentisisasi sistematik dimulai dengan suatu anallisis tingkah laku atas stimulus-stimulusyang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu willayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidak setujuan, atau suatu fobia. Disediakan waktu untuk menyususn suatutingkatan kecemasan-kecemasan klien dalam wilayah tertentu. Terapis menyusun sustu daftar yang bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan tarafkecemasan dan penghhindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang paling buruk yang bisa dibayangkan oleh klien kepada situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. Misalnya, jika telah ditentukan bahwa klien memiliki kecemasan yang berkaitan dengan ketakutan terhadap penolakan, maka menjadi mungkin untuk merancang situasi-situasi penolakan dari yang paling menggelisahkan sampai yang paling kurang menggellisahkan. Situasi penolakan yang paling menggelisahkan atau yang membangkitkan kecemasan yang terafnya paling tinggi boleh jadi adalah penolakan oleh pasangan (suami/istri, kekasih), disusul oleh penolakan oleh sahabat dekat dan kemudian oleh teman kerja. Situasi yang paling menggelisahkan mungkin penolakan oleh orang yang tak dikenaldalam suatu pesta.
2.      Selama pertemuan-pertemuan terapiotik pertama klien diberi letihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelumg latihan relaksasi dimulai, klien diberi tahu tentang cara relaksasi digunakan dalam desensitisasi, cara menggunakan menggunakan menggunakan bagian-bagian tubuh tertentu. Latian relaksasi berdasarkan teknik yang digariskan oleh Jacobsen (1938) dan diuraikan secara rinci oleh Wolpe (1969). Pemikiran dan pembayangan situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di penggir danau atau berjalan-jalan di taman yang indah, sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa klien mencapai keadaan tenang dan damai. Klien diajari bagaimana mengendurkan segenap otot dan bagian tubuh, dengan titik berat pada otot-otot wajah. Otot-otot tangan dikendurkan terlebih dahulu, diikuti oleh kepala, kemudian leher dan pundak, punggung, perut dan dada, dan kemudian anggota-anggota badan bagian bawah. Klien diminta untuk mempraktekkan relaksasi diluar pertemuan terapiutik, sekitar 30 menit lamanya setiap hari. Apabila klien telah bisa belajar untu santai dengan cepat, maka prosedur disensitisasi besa dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar